Rabu, 18 April 2012

Polemik Perusahaan Pengembang Mandalika Resort Belum Dituntaskan


Mataram, SE
Polemik tentang perusahaan pengembang kawasan wisata terpadu Mandalika Resort di Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang mencuat sejak pertengahan 2011, belum juga dituntaskan.
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH M Zainul Majdi, membenarkan hal itu ketika dikonfirmasi di Mataram.
“Belum, karena belum ada pertemuan dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Pak Dahlan lagi sibuk restrukturisasi BUMN yang sudah ada,” ujarnya.
Kendati demikian, kata Zainul, sambil menunggu pembahasan dengan Manteri BUMN, Pemerintah Provinsi NTB dan PT Pengembangan Pariwisata Bali atau Bali Tourism Development Coorporation (BTDC) terus berdialog mencari solusi yang memungkinkan.
Proses penyamaan persepsi antara Pemerintah Provinsi NTB dengan manajemen PT BTDC terus berlanjut.
“Proses antara Pemprov NTB dan BTDC terus jalan, untuk cari opsi terbaik dalam pengelolaan kawasan Mandalika Resort itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Perencanaan dan Pengembangan PT BTDC Alvaradar Erlangga Gandjar, mengatakan, perubahan nama perusahaan pengembang kawasan pariwisata terpadu Mandalika Resort,  sesuai saran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masih kontroversi.
“Itu masih kontroversi antara direktur kami dengan Menteri BUMN,” ujarnya.
PT BTDC merupakan BUMN yang dipercayakan pemerintah pusat untuk mengembangkan kawasan pariwisata terpadu Mandalika Resort, di Pulau Lombok, bagian selatan.
Pada 21 Oktober 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan dimulainya pembangunan (groundbreaking) kawasan wisata Mandalika Resort itu.
Kawasan Mandalika Resort seluas 1.175 hektare yang akan dikembangkan itu hendak dijadikan salah satu ikon pariwisata nasional, bahkan dunia di masa mendatang.
Saat itu, Presiden menyarankan perubahan nama perusahaan pengembang kawasan Mandalika Resort, berdasarkan aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat NTB.
Menurut Presiden, tidak elok jika perusahaan yang mengembangkan pariwisata di Pulau Lombok, menggunakan nama Bali (BTDC).
Saran Presiden itu kemudian ditindaklanjuti Menteri BUMN dan Direktur Utama PT BTDC, namun hingga kini masih kontroversi.
Menurut Alvaradar, manajemen BTDC enggan mengubah nama meski ditugaskan negara mengembangkan kawasan pariwisata Lombok, karena berkaitan dengan penggalangan investor.
BTDC sudah dikenal investor kawakan di dalam maupun luar negeri, sehingga akan kesulitan menggalang investor jika mengubah nama.
“Nama itu erat kaitannya dengan pemasaran. Jadi, tidak boleh main-main dengan nama,” ujarnya.
Karena itu, kata Alvaradar, kini digagas untuk membentuk perusahaan patungan (Joint Venture) antara PT BTDC dengan perusahaan daerah Pemprov NTB.  
Pembentukan perusahaan patungan itu dianggap solusi terbaik yang telah mengakomodir saran Presiden.
Hanya saja, setelah beberapa pertemuan belum juga disepakati bentuk kerja sama pembagian hasilnya.
“Belum ketemu kesepakatan, saya sudah ke Lombok untuk bahas, dan mereka (Pemprov NTB) juga sudah ke sini (Nusa Dua), tapi belum juga sepakat,” ujarnya.
Alvaradar mengatakan, semspat mencuat tawaran yakni menyerahkan sebagian blok di kawasan Mandalika kepada Pemprov NTB untuk dikelola melalui perusahaan daerahnya.
Namun, tawaran itu pun belum disepakati karena mencuat sejumlah ketentuan yang dirasa memberatkan salah satu pihak.
“Solusi terbaiknya memang ‘joint venture’ tapi masalahnya bagaimana pola pengaturan uangnya. Itu juga yang belum ada kesepakatan, sehingga dapat disebut masih kontroversi,” ujar Alvaradar yang didampingi Kepala Divisi Operasional PT BTDC Gede Suparwata. (ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar